Kamis, 21 Februari 2008

Permainan dalam pembelajaran

BERMAIN PERAN: MEMBANTU TEMAN

Tujuan:

  1. Melatih ketrampilan berempati terhadap permasalahan orang lain
  2. Melatih ketrampilan membantu orang lain
  3. Melatih kemampuan mengekpresikan diri
  4. Melatih rasa percaya diri anak

Waktu: 60 menit

Peralatan: kertas, alat tulis (bila perlu)

Jumlah peserta: 12-16 orang

Tempat: dalam ruangan

Deskripsi kegiatan:

  1. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4-5 kelompok (5-6 orang per kelompok)
  2. Setiap kelompok diminta untuk membuat suatu cerita yang akan dimainkan di hadapan kelompok lain
  3. Tema tiap kelompok akan berbeda dimana masing-masing tema berkaitan perasaan marah, sedih, malu, takut
  4. Kelompok diminta untuk membuat cerita bagaimana mereka membantu orang yang sedang mengalami perasaan tersebut
  5. Setelah cerita selesai dan kelompok telah berbagi peran maka tiap kelompok memainkan cerita yang telah dibuatnya dihadapan kelompok lain
  6. Sementara itu kelompok lain boleh memberikan masukan mengenai cara lain membantu orang tersebut (orang yang memberi masukan dapat pula ikut serta dalam permainan peran yang sedang dilakukan)
  7. Setiap kali satu kelompok selesai melakukan permainann peran maka fasilitator mengembalikan kondisi anggota kelompok tersebut ke dalam situasi sebenarnya (melakukan debriefing) dengan cara berterima kasih dan menyebutkan nama peserta tersebut satu persatu
  8. Setelah semua kelompok memainkan ceritanya secara bergantian maka peserta kembali duduk melingkar dan mendiskusikan mengenai perasaan dan pengalaman mereka melakukan kegiatan tersebut serta maksud/tujuan kegiatan tadi
  9. Fasilitator merangkum hasil diskusi dan menambahkan mengenai kepedulian pada orang lain, berempati, menolong orang lain, mendukung dan menguatkan orang lain atau nilai lain yang ingin di sasar dari kegiatan tadi

Variasi/alternatif:

  • Tema cerita bisa disesuaikan dengan nilai yang ingin disasar misalkan ingin menyasar mengenai permasalahan kelompok, situasi menyulitkan, pengalaman tidak menyenangkan dll


Pertanyaan reflektif:

  1. Bagaimana perasaan peserta saat melakukan kegiatan tadi?
  2. Apa yang dipikirkan dan dilakukan kelompok ketika mendapat tugas seperti itu?
  3. Bagaimana kelompok melakukan kegiatan tadi dari membuat cerita, berbagi peran hingga bermain peran?
  4. Bagaiman orang yang dalam peran tersebut dibantu oleh temannya?
  5. Bagaimana temannya tersbeut membantu dia?
  6. Dalam kehiduipan sehari-hari bagaimana ketika kita melihat teman kita mengalami situasi yang mirip dengan cerita tersebut?
  7. Apa yang kita lakukan? Bagaimana perasan kita?
  8. Adakah kendala untuk membantu teman tersebut?
  9. Bagaimana ketika kita yang menghadapi situasi tersebut? Apa yang kita rasakan dan pikirkan?
  10. Bagaimana perasaan kita ketika ada teman/orang lain yang membantu kita? Bagaimana perasaan kita ketika tidak ada orang yang membantu kita?
  11. Apa tujuan/maksud dari kegiatan tadi? Apa yang dipelajari?
  12. Bagaimana kita menggunakan hal itu dalam kehidupan kita setelah kegiatan ini selesai?

Dulu P3K sekarang Pertolongan Pertama

Sengaja aku menuliskan judul diatas seperti itu, karena ada kisah menarik dari judul tersebut dimana bisa membuat orang saling membenci, bahkan saking ekstrimnya itu judul bisa menyebabkan perang saudara kalau dilanjutkan... tapi Alhamdulillah cuma saling membenci dan mengaku dirinya paling jago dalam melakukan tindakan P3K atau PP atau apalagi kalo mau menyebut istilah itu lainnya.

Sungguh naif memang orang awam yang pernah ikut pelatihan Pertolongan Pertama dan terkena syndrome modernitas, terlalu berlebihan dalam menyanjung-nyanjung dengan hal yang baru dan itu berasal dari negara di benua Eropa (bukan anti eropa lho ya-red), contohnya judul diatas, sebenernya awal mula Pertolongan Pertama itu dari bahasa inggris yaitu First Aid (FA), terus di tulis dalam bahasa Indonesia menjadi Pertolongan Pertama.

Mereka (orang awam yang pernah mengikuti pelatihan PP) dalam melakukan sosialisasi materi P3K atau PP atau FA atau apalagi namanya, dengan bangganya mengatakan PP (FA) itu sudah beda jauh dengan P3K, nah ini dia yang sering membuat masyarakat bingung dengan kata-kata yang sering di lontarkan oleh orang awam yang pernah mengikuti pelatihan PP atau FA tadi yang senang banget di sebut sebagai “Pelatih, Instruktut atau Fasilitator” selepas mereka selesai mengikuti training FA atau pelatihan PP tersebut. Bagaimana masyarakat tidak tambah bingung, yang dijelaskan oleh orang awam yang udah pernah ikut pelatihan PP itu menjelaskan hanya dari definisi nya saja, sedangkan pada saat praktek semua hampir sama, bahkan kecenderungan seorang Fasilitator, Pelatih atau Instruktur PP itu cenderung tidak menjelaskan secara gamblang kenapa mereka merubah dari P3K ke PP ada apa? Atau jangan-jangan pelatih salah dalam membawakan pengantar? Seharusnya dia tidak mengatakan perbedaan PP dan P3K?

Pengertian P3K adalah bantuan yang dilakukan dengan cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke rujukan, sedangkan Pertolongan Pertama (PP) adalah pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau cedera/ kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar, yaitu suatu tindakan perawatan yang didasarkan pada kaidah ilmu kedokteran yang dapat dimiliki oleh orang awam khusus yang dilatih memberikan pertolongan pertama.

Bisa anda lihat perbedaan arti dari P3K dan PP? Tapi yang selalu muncul dalam benak seorang Fasilitator, pelatih atau instruktur PP mengungkap perbedaan antara P3K dengan PP adalah di dalam P3K terdapat kata Kecelakaan sehingga penekanan seorang Fasilitator PP bahwa P3K itu di pakai jika hanya terjadi kecelakaan, namun pemahaman masyarakat tentang P3K itu luas, bahkan mengartikan kata kecelakaan itu juga luas sekali. Arti kecelakaan adalah suatu kejadian diluar kemampuan manusia yang terjadi dalam sekejap yang dapat menyebabkan gangguan pada jasmani maupun rohani bahkan bisa menyebabkan kematian.

Sedangkan didalam PP ada kata ”Medis Dasar”, bahwa ilmu PP itu merupakan dasar-dasar kaidah ilmu kedokteran, sedangkan dalam masyarakat umum, untuk memahami secara mendalam makna kata P3K dan PP, sedang yang ada dalam benak masyarakat adalah bagaimana cara menolong orang yang butuh pertolongan, sedang saat ini banyak para pelatih PP yang dengan gencar-gencarnya mensosialisasikan materi PP dengan membedakan PP dengan P3K, bahkan kadang substansinya terlalu jauh dari apa yang diharapkan masyarakat.

Tapi yang terjadi di masyarakat adalah demikian adanya. Salah siapa?

Kadang yang sering di lupakan oleh seorang fasilitator, pelatih ataupun instruktur adalah asal-usul audiens? Sering aku mengikuti, mendampingi, menjadi asisten dan melihat dalam pelatihan seorang pelatih tidak siap dengan materinya, karena terkejut dengan audiens yang dia hadapi, terutama dalam materi PP dimana masyarakat umum yang meminta untuk mendapatkan materi PP, sehingga lepas pemberian materi yang terjadi seorang pelatih tersebut, akan merasa kurang lengkap dalam memberikan materinya (sebenernya ini menampakkan ke bodohan diri pelatih tersebut – red) seorang pelatih tersebut selalu menyamakan kondisi audiens, bahwa dia adalah orang yang belum pernah mendapatkan ilmu dasar P3K, atau semacamnya, padahal kalo kita mau menengok kebelakang, sudah ada berapa banyak judul buku P3K praktis, PP praktis, Jika tidak ada dokter apa yang harus dilakukan dan judul lainnya yang berisi tentang pengetahuan pertolongan pertama. Jadi secara otomatis sebenarnya masyarakat sudah banyak tahu bagaimana P3K atau Pertolongan Pertama, dan tidak perlu di jelaskan atau disombong-sombongan istilah P3K, PP atau FA , biarkan masyarakat sendiri yang memaknai dan memahami kata tersebut.

Inti dari pemberian materi P3K, atau PP atau FA kepada masyarakat adalah agar masyarakat bisa melakukan tindakan pertolongan pertama dengan tepat sebelum tindakan lanjut, dan substansi materi yang diberikan haruslah sesuai keinginan masyarakat (jangan memaksakan sesuatu perubahan baru didalam masyarakat, sedangkan kita tidak mau mengetahui kebutuhan masyarakat) sehingga makna daripada sosialisasi Pertolongan Pertama bisa mengena pada sasaran, tidak hanya sekedar formalitas penyampaian materi, dan akhirnya tujuan tercapai, yakni menurunnya angka kematian disebabkan gagalnya tindakan pertolongan sebelum tindakan medis di rumahsakit, karena biasanya dan ini sudah umum, jika membawa pasien ke rumah sakit umum daerah atau kalaupun swasta seringnya pasien masuk di instalasi gawat darurat pasien hanya di biarkan, dan pihak rumah sakit mendahulukan administrasi dari pada tindakan, ironi banget ya….

Bagaimana bangsa ini akan maju, jika yang terjadi demikian, lalu kenapa generasi mudanya yang selalu kena imbasnya ya?

Semua kembali pada anda dalam menyikapinya… marilah terus belajar dari segala kejadian di sekitar kita.